DOK
SMARTNEWS.ID – Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek (RSUAM) menegaskan bahwa biaya pemeriksaan Visum Et Repertum sebesar Rp500 ribu bukan merupakan pungutan liar (pungli), melainkan telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 18 Tahun 2023 tentang tarif pelayanan kesehatan di RSUAM.
Pihak RSUAM menjelaskan, Visum Et Repertum merupakan bagian dari proses penyelidikan, bukan penyidikan. Tahap penyelidikan sendiri merupakan langkah awal aparat kepolisian dalam mengumpulkan bukti dan informasi untuk memastikan apakah suatu peristiwa benar-benar merupakan tindak pidana.
Karena itu, ketika korban melaporkan dugaan penganiayaan, visum harus segera dilakukan agar kondisi luka atau memar akibat kejadian tidak hilang. Proses visum tersebut menjadi bagian dari penyelidikan, bukan penyidikan.
“Jadi keliru jika ada penafsiran yang merujuk pada Pasal 136 KUHAP bahwa segala biaya yang timbul ditanggung oleh negara, karena pasal itu berlaku dalam tahap penyidikan, bukan dalam penyelidikan,” ujar Direktur RSUAM, Imam Ghazali, Rabu, 8 Oktober 2025.
Lebih lanjut dijelaskan, dasar hukum penarikan biaya visum telah diatur dalam Lampiran I angka 6.7 Pergub Nomor 18 Tahun 2023, tentang Pelayanan Forensik dan Kamar Jenazah. Rinciannya:
Pemeriksaan forensik oleh dokter umum: Rp175.000, pemeriksaan forensik korban dugaan pidana umum/penganiayaan: Rp325.000. Sehingga total biaya pelayanan Rp500.000, sesuai aturan yang berlaku.
Khusus untuk korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan anak korban kekerasan, RSUAM menegaskan biaya visum diberikan gratis, karena telah ada kerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung. Dalam kasus tersebut, biaya visum ditanggung sepenuhnya oleh Dinas PPPA.
Menanggapi masukan masyarakat yang berharap biaya visum digratiskan bagi seluruh korban tindak pidana, pihak RSUAM menyatakan siap menyampaikan aspirasi tersebut kepada Pemerintah Provinsi Lampung untuk dipertimbangkan dalam pembahasan perubahan aturan hukum ke depan.
“Kami tidak menutup telinga terhadap kritik masyarakat. Namun perlu dipahami, kami sebagai pelaksana tunduk pada aturan yang berlaku. Perubahan kebijakan tentu memerlukan proses dan kewenangan di tingkat penyusun undang-undang,” ujar perwakilan RSUAM.
Pihak rumah sakit juga mengingatkan pentingnya memahami asas legalitas, yakni prinsip bahwa setiap tindakan atau kebijakan harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikian, setiap kebijakan yang dilakukan oleh RSUAM memiliki dasar hukum yang sah dan tidak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran. (***)