Oleh: Sinta Sari Dewi Napitupulu, S.E
Alumni STIE Al Washliyah Sibolga Tapanuli Tengah
Bendahara KORDA GMNI Sumatera Utara Tahun 2014-2016
SMARTNEWS.ID – Pesta demokrasi rakyat Indonesia yang akan digelar pada 2024 mendatang, dimungkinkan akan diwarnai berbagai macam fenomena.
Bagaimana tidak, momen yang dilaksanakan lima tahunan ini akan menentukan siapa yang menjadi pemegang kekuasaan dalam lima tahun kedepannya.
Maka tidak heran jika sekelompok orang rela menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tertentu dibalik pelaksanaan Pemilu. Terlebih pada 2024 akan dilaksanakan pesta demokrasi besar-besaran yaitu Pemilu serentak.
Salah satu fenomena kerap terjadi pada masa pesta demokrasi adalah beredarnya berbagai macam informasi yang menyesatkan lagi meresahkan. Lebih lanjut, informasi yang dimaksud berupa berita bohong (hoaks) yang tersebar atau sengaja disebarkan diberbagai media sosial dan berakibat merugikan orang, kelompok, instansi atau kalangan tertentu.
Pesatnya kemajuan teknologi informasi mengakibatkan siapa saja dapat dengan mudah membuat berita hoaks, dan dengan hitungan detik berita hoaks tersebut juga langsung dapat diakses dan disebarkan lebih lanjut oleh seluruh pengguna teknologi informasi.
Belum lagi kekuatan pengguna media sosial di Indonesia sangat besar, bahkan sering dikatakan bahwa netizen Indonesia mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap berbagai situasi dan kondisi.
Hal ini selaras dengan data yang dilansir oleh Kominfo.go.id pada 1 Oktober 2019, dimana ditemukan 3.356 berita hoaks dan didapati jumlah berita hoaks terbanyak ada pada saat pesta demokrasi Pilpres dan Pileg yaitu pada bulan April 2019, sebanyak 501 hoaks (Kominfo.go.id, 2019).
Fakta bahwa berita hoaks memang banyak tersebar saat pesta demokrasi juga sudah mulai dapat kita rasakan saat ini. Pada 28 April 2023 lalu, Kominfo.go.id kembali melansir bahwa terdapat berita hoaks berupa Data KPU (Komisi Pemilihan Umum) Hasil Pemilu 2024 Sudah Jadi (Kominfo.go.id, 2023).
Kondisi ini tentunya sangat disayangkan, mengingat Indonesia sebenarnya mempunyai dasar hukum yang mengatur terkait berita hoaks yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 28 Ayat 1 jo. Pasal 45A Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No. 11 Tahun 2008, dimana didalamnya juga telah terdapat ancaman pidana maksimal 6 (enam) tahun penjara dan denda sebesar Rp1.000.000.000 (1 Milyar Rupiah) pelanggarnya.
Sepatutnya dengan adanya payung hukum terhadap penyebaran berita hoaks ini, masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan fasilitas teknologi informasi, terlebih-lebih saat pesta demokrasi.
Adapun salah satu upaya mencegah dan mengatasi berita hoaks, khususnya ketika pesta demokrasi dapat dilakukan dengan cara CANTIK. CANTIK merupakan singkatan dari Cek sumber berita dengan seksama, No baca setengah-setengah, Tidak asal share sana sini, Ingatkan sesama untuk tidak mudah terprovokasi, dan Kalau ada kesalahpahaman informasi, segera konfirmasi dan klarifikasi.
Mindset ini memang bukan satu-satunya cara, namun diharapkan dengan konsep dan kemauan yang ada, kita bisa mengantisipasi berita-berita hoax demi terselenggaranya Pesta Demokrasi sesuai dengan harapan kita bersama. (***)