ISTIMEWA
SMARTNEWS.ID – Pemerintah Provinsi Lampung pada tahun 2025 mulai menertibkan tambang-tambang ilegal yang dinilai merusak lingkungan, menyusul bencana banjir yang melanda Bandar Lampung dan sejumlah daerah lain pada Januari 2025. Kebijakan ini ditegaskan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung Riski Sofyan, S.STP., M.Si., sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah dalam menjaga kualitas lingkungan hidup.
Riski mengatakan, banjir yang terjadi di awal 2025 tidak dapat dilihat sebagai kesalahan satu pihak, melainkan persoalan bersama yang harus ditangani secara kolektif. Menurut dia, kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia turut memperparah dampak bencana hidrometeorologi tersebut.
“Banjir dipicu banyak faktor, antara lain fungsi drainase yang tidak optimal akibat alih fungsi lahan, berkurangnya daerah resapan air, serta maraknya penambangan ilegal yang menyebabkan bukit dan lahan menjadi gundul tanpa upaya pemulihan,” kata Riski, Minggu, 28 Desember 2025.
Ia menjelaskan, penambangan tanpa izin yang tidak disertai reboisasi atau reklamasi lahan telah mempercepat degradasi lingkungan. Kondisi ini berdampak langsung pada meningkatnya risiko banjir dan longsor di wilayah Lampung.
Atas dasar itu, Pemprov Lampung di bawah kepemimpinan Gubernur Rahmat Mirzani Djausal dan Wakil Gubernur Jihan Nurlela menunjukkan keseriusan dalam menertibkan tambang ilegal. Langkah ini menjadi bagian dari visi Lampung maju menuju Indonesia Emas 2045 melalui Pembangunan Lampung yang berkelanjutan.
“Penertiban tambang ilegal adalah wujud komitmen Pemprov Lampung untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, sekaligus melindungi hak masyarakat atas lingkungan yang baik dan sehat,” ujar Riski.
Ia menegaskan, komitmen tersebut sejalan dengan amanat Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam regulasi tersebut, negara wajib menjamin hak warga atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Sepanjang tahun 2025, Pemprov Lampung telah menertibkan sebanyak 20 tambang ilegal yang tersebar di Bandar Lampung, Lampung Timur, Lampung Tengah, dan Lampung Selatan. Penertiban dilakukan melalui penghentian sementara kegiatan, penyegelan, serta pemasangan plang larangan.
Dalam pelaksanaannya, Pemprov Lampung bersinergi dengan Polda Lampung, Polresta, TNI, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, serta DLH kabupaten/kota. Kolaborasi lintas sektor ini dilakukan untuk memastikan penertiban berjalan efektif dan kondusif.
Salah satu contoh pemerintah Kabupaten yg juga melakukan penertiban terhadap praktik tambang ilegal adalah Kabupaten Way Kanan. Dalam kegiatan penertiban, pemerintah kabupaten setempat turun langsung ke lapangan bersama aparat kepolisian, TNI, serta melibatkan tokoh adat dan masyarakat setempat
Riski mengungkapkan, sebelum tahun 2025, penertiban berupa penutupan tambang ilegal belum pernah dilakukan secara tegas. Pada periode 2022–2023 tidak ada tindakan penutupan, sementara pada 2024 pengaduan masyarakat mulai masuk namun belum ditindaklanjuti secara optimal.
“Baru pada 2025 ini, dengan komitmen kuat dari Gubernur, penertiban tambang ilegal benar-benar dilakukan. Ini menjadi titik balik keseriusan pemerintah dalam penegakan aturan lingkungan,” katanya.
Ia menambahkan, kewenangan pengelolaan dan pengawasan tambang galian C kini berada di tingkat provinsi setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022. Regulasi tersebut memperkuat peran Pemprov Lampung dalam melakukan pengawasan dan penindakan.
Selain itu, penertiban juga didukung Peraturan Menteri KLHK Nomor 14 Tahun 2024 tentang Pengawasan dan Sanksi Administratif di Bidang Lingkungan Hidup. Aturan ini memberikan dasar hukum pemberian sanksi kepada pelaku usaha yang melanggar.
Sanksi administratif tersebut meliputi teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan izin, hingga pencabutan izin. Gubernur juga dapat memberikan kewenangan kepada Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) untuk melakukan penghentian sementara melalui penyegelan atau pemasangan plang.
“Semua PPLH, baik di tingkat kabupaten, kota, provinsi, maupun pusat, memiliki kewenangan yang sama untuk melakukan penghentian sementara kegiatan yang melanggar,” ujar Riski.
Ia mengajak masyarakat untuk mendukung upaya Pemprov Lampung dalam menjaga lingkungan. Partisipasi publik dinilai penting, terutama dalam melaporkan aktivitas penambangan ilegal yang meresahkan atau merusak lingkungan.
“Masyarakat dapat melaporkan melalui dinas terkait atau menggunakan aplikasi Lampung-in. Penjagaan lingkungan tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri, tetapi membutuhkan peran semua pihak,” pungkasnya. (***)