IST
SMARTNEWS.ID – Siti Aisah, pekerja migran Indonesia (PMI) asal Karawang, Jawa Barat, menceritakan awal dirinya membawa anak majikannya yang menderita down syndrome ke Indonesia.
Siti mengaku telah merawat Huang Che Ming (26) atau Siau Huang selama 10 tahun. Dirinya menganggap Che Ming penuh kasih seperti anaknya sendiri.
Dia sudah seperti anak saya sendiri. Bahkan anak saya yang paling kecil gak mau lepas, sangat dekat,” ujar Siti ditemui di rumahnya, Desa Kamojing, Karawang, Jawa Barat, dilansir dari Kompas.Com, Sabtu (3/6/2023)
Cerita berawal sekitar empat tahun lalu. Saat itu, Siti hendak habis kontrak setelah bekerja selama 6 tahun di Taiwan. Ia meminta izin untuk pulang ke Indonesia dan tidak kembali lagi ke Taiwan.
Bos Siti, ayah Che Ming pun mengaku resah dan mencoba mencari pengganti Siti. Namun sudah tujuh orang, tak ada yang cocok dengan Che Ming
Namun, upaya ke panti yang semuanya ditolak, lantaran seluruh aktivitas sehari-hari Che Ming perlu bantuan.
“Nah dari pulang yang panti jompo itu sering nangis, gimana Ti gimana Ti kaya gitu. Saya juga gimana saya gak bisa di sini, saya bilang kaya gitu,” cerita Siti.
Kemudian, ayah Che Ming berujar apakah bisa dirawat di Indonesia. Sebab, ayah Huang lebih percaya putranya dirawat Siti, ketimbang ibu dan kakak perempuannya.
Setelah berpikir panjang, akhirnya Siti bersedia. Pun karena sudah terlampau sayang dengan Che Ming yang ia rawat sejak masih sekolah.
Berangkatlah Siti, Che Ming dan kakak perempuannya ke Indonesia.
“Jadi itu dengan sepengetahuan keluarga. Ayahnya yang menyerahkan. Dan kakaknya juga ikut mengantar. Seminggu di sini (Indonesia),” ungkap Siti.
Siti berujar, dua tahun lalu ayah Che Ming meninggal dunia. Saat berada di rumah sakit, ayah Huang menelepon Siti. “Ayahnya menitipkan pada saya. Amanah ini yang saya jaga,” kata Siti.
Sejak saat itu, tak ada lagi keluarganya memerhatikan Che Ming. Bahkan tak menanyakan kabar.
Selama masih hidup, ayahnya yang memerhatikan Che Ming. Termasuk mengirim biaya kebutuhan Che Ming. Kakaknya pernah mengirim sekali, namun dengan perdebatan lebih dulu.
Kakak Che Ming berasumsi jika uang yang ia kirim akan cukup untuk kebutuhan hingga adiknya berumur 32 tahun. Sebab di Taiwan, dokter memperkirakan umur Che Ming sampai 32 tahun.
“Untuk kebutuhan dia, saya jalani segalanya, saya berjualan sembako,” kata dia.
Dalam sebulan, kebutuhan Che Ming berkisar Rp 3.000.000 untuk berobat dan pampers. Sebab, ia harus mengonsumsi obat tertentu dan sebulan sekali ke dokter. Itu belum dengan makan dan lainnya.
Dua minggu lalu, Che Ming masuk rumah sakit. Ia bingung dengan biayanya. Siti Pun berupaya menghubungi kakak Che Ming. Namun tak ada respon.
Nomor WhatsApp-nya bahkan diblokir. Siti pun kemudian mengunggah di Tiktok agar kakak Che Ming melihat. Ia tak menyangka unggahannya akan viral.
Bagi Siti, apa yang ia lakukan bukan semata soal uang. Melainkan kepedulian. Kepedulian itu pada Che Ming, bukan dirinya. “Setidaknya tanyalah kabar adiknya. Saya juga ingin ngobrol,” ujar Siti.
Siti berharap keluarga Che Ming tergugah hatinya dan menghubungi dirinya.
Ia mengaku bersedia terus merawat Che Ming dengan sepenuh hati di Indonesia. Meski nanti dirawat di Taiwan, Siti ingin Che Ming dirawat di yayasan atau panti.
Ia bahkan bersedia merawat sementara di Taiwan sampai menemukan perawat yang cocok bagi Che Ming. (***)