ISTIMEWA
SMARTNEWS.ID – Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, turun langsung menemui ratusan massa yang menggelar aksi unjuk rasa di depan gerbang masuk Kompleks Kantor Pemerintah Provinsi Lampung, Senin, 5 Mei 2025. Aksi tersebut diikuti oleh sejumlah petani singkong dan mahasiswa yang menuntut intervensi pemerintah terkait harga singkong yang dinilai tidak sesuai dengan biaya produksi.
Dalam upaya meredakan ketegangan, Gubernur mengajak perwakilan pendemo untuk berdialog secara langsung guna mencari solusi terbaik. Namun, ajakan tersebut sempat ditolak oleh massa aksi yang bersikeras agar tuntutan mereka dipenuhi secara langsung tanpa dialog di dalam ruangan.
“Saya siap mendengarkan aspirasi masyarakat, tapi penyelesaian harus dilakukan dengan cara yang baik dan tertib,” ujar Gubernur Mirza di lokasi.
Situasi memanas saat sekelompok orang yang tidak teridentifikasi memicu kericuhan dengan melempar batu dan benda lainnya ke arah aparat. Kepolisian yang berjaga terpaksa membentuk barikade untuk mencegah kerusuhan meluas dan menjaga ketertiban.
Meski sempat menolak, sebagian perwakilan pengunjuk rasa akhirnya bersedia melakukan dialog dengan Gubernur di Balai Keratun, Komplek Kantor Gubernur Lampung. Pemerintah Provinsi mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk tidak mudah terpancing provokasi dan tetap menjaga situasi yang kondusif.
Gubernur: Saya Berjuang untuk Petani, Tapi Mari Berdiskusi dengan Baik
Dalam pernyataannya usai insiden tersebut, Gubernur menegaskan bahwa dirinya sejak awal telah berjuang keras membela kepentingan petani.
“Saya setengah mati memperjuangkan petani. Jangan bilang saya tidak bisa membela rakyat,” tegasnya. Gubernur mengungkapkan, salah satu langkah nyatanya adalah memulangkan 23 ribu ijazah siswa, mayoritas anak petani, yang tertahan akibat tunggakan biaya pendidikan. “Saya bebaskan mereka supaya bisa lanjut sekolah dan bekerja. Itu nilainya sampai Rp3-Rp6 juta rupiah per anak,” jelasnya.
Selain itu, Gubernur juga mengupayakan tambahan kuota serapan gabah oleh Bulog agar hasil panen petani tidak terbuang sia-sia. “Awalnya hanya 20 persen, saya minta tambahan agar 100 ribu hektare lahan dan 40 ribu petani bisa diserap hasilnya, apalagi saat pengusaha tidak mau beli dengan harga Rp6.500/kg,” katanya.
Ia juga menyoroti program pemutihan tunggakan untuk 2 juta warga termasuk petani, meskipun kewenangan tersebut sebagian besar sudah berada di tangan pemerintah pusat. “Jangan bilang saya tidak dukung petani singkong. Keluarga saya juga terdampak. Saya sangat memahami,” ujarnya.
Gubernur menyayangkan sikap sebagian pendemo yang menolak dialog yang telah disiapkan secara terbuka. “Kenapa hari ini tidak mau diajak diskusi? Padahal ini bukan pertama kali kita buka ruang dialog,” katanya.
Ia juga mengindikasikan adanya provokator yang mencoba menunggangi aksi. “Harga itu harus dibentuk dengan keikhlasan kedua belah pihak. Kalau tidak, itu dzalim. Pemerintah tidak memaksakan harga, tapi kita cari titik adil yang baik untuk semua pihak, dengan melihat kondisi nasional dan internasional,” tegas Mirza.
Menutup pernyataannya, Gubernur mengingatkan bahwa aksi sepihak bisa berdampak buruk bagi petani sendiri. “Kalau pabrik tutup, siapa yang akan beli singkong petani? Maka semua harus dijalankan dengan seimbang. Saya tetap buka ruang dialog. Mari kita jaga Lampung bersama,” pungkasnya. (***)