Humaniora
ITERA – Kemenhub Bahas Peningkatan Kualitas Udara Kota di Indonesia
SMARTNEWS.ID — Institut Teknologi Sumatera (ITERA) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan kajian tentang peningkatan kualitas udara kota di Indonesia sebagai bagian mitigasi perubahan iklim.
Salah satu strategi yang diupayakan Kemenhub untuk meningkatkan kualitas udara perkotaan adalah mendorong masyarakat beralih menggunakan fasilitas transportasi umum.
Selain itu pemerintah daerah diminta memberikan menyubsidi bagi moda transportasi publik.
Hal itu disampaikan Staf Khusus Menhub Bidang Ekonomi dan Investasi Transportasi, Prof. Wihana Kirana Jaya, Ph.D, saat menjadi narasumber webinar yang diadakan Pusat Riset dan Inovasi (Purino) Lingkungan Hidup dan Sanitasi ITERA, Rabu (23/6/2021).
Kegiatan yang mendapatkan apresiasi dari Menteri Perhubungan RI, Ir. Budi Karya Sumadi, tersebut juga menghadirkan narasumber lain, dua dosen Program Studi Teknik Lingkungan ITERA, Ahmad Daudsyah Imami, S.T., M.T dan Alfian Zurfi, S.T., M.T, serta Kepala Bidang Teknik Sarana Prasarana Dinas Perhubungan Provinsi Lampung, Dr. Mohammad Syafrizal, S.T., M.Si.
“Bapak Menteri memberikan apresiasi terhadap ITERA karena bisa berkembang dengan cepat dan berharap bisa menjadi Green University di Indonesia,” ujar Prof. Wihana.
Prof. Wihana dalam materinya memaparkan konsep transportasi hijau dan SDGs. Dia juga menyebut perlu inovasi dan trobosan untuk bisa menciptakan kota yang layak huni dengan kualitas udara yang baik.
Beberapa strategi dapat dilakukan seperti perbaikan tataguna lahan perkotaan atau ruang publik untuk membatasi aktivitas perjalanan dengan kendaraan pribadi, mendorong pergeseran dari moda transportasi boros energi ke moda yang ramah lingkungan, hingga melakukan efisiensi bahan bakar dan menggunakan kendaraan berbasis energi baru terbarukan.
“Masyarakat di Provinsi Lampung maupun provinsi lain di Indonesia saya harap dapat beralih ke kendaraan umum. Tentunya hal ini harus dibantu oleh pemerintah daerahnya agar kendaraan umum bisa disubsidi,” ujar Prof. Wihana.
Ketua Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Penjaminan Mutu Pendidikan ITERA Acep Purqon, S.Si., M.Si., Ph.D, menyampaikan topik webinar yang diangkat sangat penting. Generasi muda disebut perlu berperan besar dalam penanganan perubahan iklim yang saat ini terjadi.
“Generasi muda kita perlu membuat teknologi terbarukan untuk menyelesaikan permasalahan ini karena masyarakat berhak mendapatkan udara yang bersih,” ujar Acep.
Sementara Kepala Purino LHS ITERA, Endang Setiawati, menambahkan agar generasi muda bisa menyerap materi hari ini dengan baik sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan bermasayarakat dalam rangka meningkatkan kualitas udara disekitarnya.
Dalam sesi materi, Dosen Program Studi Teknik Lingkungan ITERA Ahmad Daudsyah Imami, S.T., M.T menyampaikan bahwa ada bebarapa episode terbaru atau fenomena-fenomena yang berkembang dalam pencemaran udara di perkotaan.
Di antaranya yaitu Eastern chinese fog (2013) yaitu kabut yang persisten dan tidak mudah hilang di Beijing selama 5 hari berturut-turut dan Severe air polution episode (2016) yaitu selama satu minggu terjadi kabut persisten yang menganggu visilibitas penerbangan dan kesehatan masyarakat di India.
Sementara Kepala Bidang Teknik Sarana Prasarana Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Dr. Mohammad Syafrizal, S.T., M.Si menyebut semua sumber energi memiliki beberapa dampak pada lingkungan.
Syafrizal juga menyebut pihaknya sedang mendorong para ahli di bidang sosial untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, agar mau beralih ke transportasi masal.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Nurul Mawaddah, S.T., M.T, dosen ITERA Alfian Zurfi, S.T., M.T, turut memaparkan strategi dalam mitigasi perubahan iklim di perkotaan.
Dari penelitian yang dilakukan, Alfian menyatakan bahwa berdasarkan pernyataan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC, 2018), aktivitas manusia diperkirakan telah menyebabkan sekitar 1,0 ° C pemanasan global di atas tingkat pra-industri, dengan kisaran kemungkinan 0,8°C hingga 1,2°C.
Pemanasan global kemungkinan akan mencapai 1,5°C antara 2030 dan 2052 jika terus meningkat pada tingkat saat ini.
Mitigas perubahan iklim dapat dilakukan membuat inovasi teknologi baru, sumber energi bersih, deforestasi berkurang, metode pertanian berkelanjutan yang lebih baik, dan perubahan perilaku individu dan kolektif. (***)