Opini

Dampak Penerapan Omnibus Law Dalam Hukum

DAMPAK PENERAPAN OMNIBUS LAW DALAM HUKUM


Abstrak: Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja telah disetujui oleh DPR RI sebagai salah satu solusi untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi. Namun dalam perjalanannya undang-undang ini mengalami berbagai penolakan termasuk oleh buruh. Tulisan ini bertujuan untuk melihat apakah Undang-Undang Cipta Kerja akan memberikan dampak terhadap ekonomi Indonesia. Undang-undang ini diharapkan mampu memberikan setidaknya lima manfaat bagi perekonomian, yakni penciptaan lapangan kerja, peningkatan kompetensi dan kesejahteraan pekerja, peningkatan produktivitas pekerja, peningkatan investasi, serta pemberdayaan UMKM dan Koperasi. Undang-undang ini juga memberikan pengaruh terhadap kebijakan fiskal di mana pemerintah pusat memiliki kewenangan intervensi dalam hal penetapan tarif pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yang dinilai menghambat investasi. Untuk itu dibutuhkan kehati-hatian dalam merumuskan aturan turunannya. DPR RI sangat berperan untuk memastikan dan mengawasi agar UU ini memberikan dampak positif bagi perekonomian ke depan.

 

Kata Kunci: Omnibus Law

Pembahasan dan Analisis
Pada dasarnya omnibus law adalah sebuah sebutan.Pengertian omnibus law adalah model undang undang yang didalamnya terdiri dari banyak muatan.
Dikutip dari buku”omnibus law:Teori dan Penerapanya”oleh Dr.Rio Christiawan,S.H.,M.Hum., M.Kn.,dalam tata urutan perundangan,omnibus law adalah undang-undang,sebagai mana telah dikenal undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.UU Cipta Kerja adalah salah satu bagian dari omnibus law.

Cipta Kerja adalah upaya pencipta kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan,dan pemberdayaan,usaha mikro,kecil,dan menengah peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha,dan investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional.

Omnibus law menjadi rujukan dan dasar bagi lahirnya undang-undang lain maupun peraturan di bawah undang-undang.Seperti misalnya peraturan pemerintah(PP).

Dalam konteks hukum,omnibus law adalah aturan hukum atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan dari substansi pengaturannya berbeda.
Tujuan Omnibus Law
UU Cipta Kerja diharapkan akan menjadi bagian dari upaya pemulihan ekonomi nasional,Khususnya dalam mendorong transformasi ekonomi agar mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Tujuan dibuatnya UU Cipta Kerja adalah untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata,di seluruh wilayah NKRI.
Tujuan Omnibus Law adalah sebagai berikut:
Peningkatan ekosistem investasi
Kemudahan berusaha
Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja
Investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategi nasional

Manfaat Omnibus Law,
Dikutip dari Booklet UU Cipta Kerja terbitkan Kemenko Perekonomian RI,manfaat Omnibus Law cipta kerja adalah untuk memperbaiki iklim investasi dan mewujudkan kepastian hukum
Penyederhanaan dan penyelarasan perizinan Omnibus Law Cipta Kerja memberi dampak manfaat untuk penyederhanaan perizinan dalam berusaha, yakni dengan menyederhanakan dan mengintegrasikan perizinan dasar dari sejumlah UU yang terkait dengan izin lokasi, lingkungan dan bangunan gedung.

Pencapaian investasi yang berkualitas
Mendorong investasi dalam mempercepat transformasi ekonomi. Untuk mempercepat transformasi ekonomi, tentunya investasi perlu perlu ditingkatkan sejalan dengan kenaikan daya saing Indonesia di Internasional.

Menciptakan lapangan kerja berkualitas untuk kesejahteraan pekerja
Omnibus Law Cipta Kerja juga bermanfaat untuk penciptaan lapangan kerja yang berkualitas, melalui pengaturan terkait dengan peningkatan investasi pemerintah dan percepatan proyek strategis nasional.
Pemberdayaan dan perlindungan UMKM dan perkoprasian
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja juga memberikan manfaat bagi produktivitas yang lebih tinggi terhadap usaha mikro. Dengan begitu, pemberdayaan UMKM dan perkoprasian bisa memiliki kenaikan daya saing.

Secara terminologi, omnibus berasal dari bahasa latin yang berarti untuk semuanya dalam konteks hukum, omnibus law adalah hukum yang bisa mencakup untuk semua atau satu undang undang yang mengatur banyak hal. Dengan kata lain, omnibus law artinya metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang subtansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu paying hukum.

RUU Cipta Kerja hanya salah satu bagian dari omnibus law. Dalam omnibus law terdapat tiga RUU yang siap diundangkan, antara lain RUU tentang cipta kerja, RUU tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian dan RUU tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan.

Namun demikian, Omnibus Law Cipta Kerja jadi RUU yang paling banyak jadi sorotan public. Selain dianggap banyak memuat pasal kontroversial, RUU Cipta Kerja dinilai serikat buruh hanya mementingkan kepentingan investor.
Secara substansi, RUU Cipta Kerja adalah paket omnibus law yang dampaknya paling berpengaruh pada masyarakat luas, terutama jutaan pekerja di Indonesia. Hal ini yang memuat banyak serikat buruh mati-matian menolak RUU cipta kerja.

Sementara itu, dikutip dari naskah akademi Omnibus Law RUU Cipta Kerja ada 11 klaster yang masuk dalam undang-undang ini antara lain Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan berusaha, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM, Dukungan Riset dan inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Kemudahan Investasi dan Proyek Pemerintah, Serta Kawasan Ekonomi Khusus.

 

Dalam prosesnya di parlemen, tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR.

Dampak bagi buruh Kontrak tanpa batas (pasal 59) UU Cipta kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerja, jangka, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah. Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.

Hari libur dipangkas (pasal 79)
Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan,dipangkas.
Pasal 79 ayat (2) huruf(b) mengatur,pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan. Selain itu,pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Selain itu,pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.Pasal 79 ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Kemudian pasal 79 ayat(5)menyebut,perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Aturan soal pengupahan diganti (pasal 88) UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja. Pasal 88 ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU ketenagakerjaan.

Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum, struktur dan skala upah, upah pekerja lembur, upah tidak masuk kerja atau tidak melakukan pekerjaan karna alasan tertentu, bentuk dan cara pembayaran upah. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut tersebut, antara lain upah karna menjalankan hak waktu istirahat kerjanya,upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan. Pasal 88 ayat (4)kemudian menyatakan, ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan peraturan pemerintah.

Sanksi tidak bayar upah dihapus(pasal 91)
Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayar upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja.
Pasal 91 ayat (1)UU ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian pasal 91 ayat (2)menyatakan,dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum dan pengusaha wajib membayar upah pekerja menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain tercantum pada pasal 91 aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan juga dijelaskan pada pasal 90 UU Ketenagakerjaan.

Namun dalam UU Cipta kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan seluruhnya.
Hak memohon PHK dihapus (pasal 169)
UU Cipa Kerja menghapus hak pekerja/buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.
Pasal 169 ayat(1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan diantaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam.
Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.

Ketentuan itu diikuti ayat(2)yang menyatakan pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam pasal 156.

Namun pasal 169 (3) menyebut jika perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka hak tersebut tidak akan didapatkan pekerja. Pasal 169 ini seluruhnya dihapus dalam UU Cipta Kerja.

Cara kerja penerapan omnibus law
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Susi Dwi Harijanti menjelaskan omnibus law pad umumnya digunakan untuk membuat undang-undang yang lebih bersifat kebijakan daripada normatif.Kemudian terkait sisi teknis, teknik pengaturan omnibus law lebih bersifat fungsional yakni berorientasi pada tujuan.
Ia mencontohkan, ketika pemerintah ingin membuat suatu kebijakan mereka menuangkan ke dalam undang-undang untuk melegitimasi kebijakan tersebut. Kebijakan yang dilegitimasi tersebut bisa saja bertentangan dengan berbagai UU tersebut diamandemen agar sesuai dengan kebijakan yang dirancang.Dalam penjelasan yang sederhana dapat dipahami bahwa tanpa omnibus law pemerintah membuat kebijakan dengan cara menyesuaikanya dengan berbagai undang-undang yang ada di sektor tarkait.

Namun dengan menerapkan sistem omnibus law pemerintah membuat kebijakan dengan cara menyesuaikan berbagai undang-undang dari sektor terkait agar sesuai dengan kebijakan yang ingin dibuat. Ada beberapa negara yang telah menerapkan metode omnibus law dalam pembentukan undang-undangnya. Seperti yang dimuat dalam jurnal ‘Penyusunan Undang-Undang di Bidang Investasi;Kajian Pembentukan Omnibus Law di Indonesia’karya Kepala Bidang Hukum Asosiasi Pengusaha Teknologi,Informasi dan Komunikasi Nasional (AAPTIKNAS) Vincent Suriadinata, Filipina merupakan salah satu negara yang pernah menerapkan omnibus law di bidang investasi.
Mereka juga menerbitkan omnibus investmen code of 1987 yang didalamnya mengatur bahwa investor akan diberikan sejumlah insentif dan hak hak dasar yang menjamin usaha mereka di Filipina.Dengan omnibus investmen code of 1987 itu segala hal terkait pengaturan investasi di Filipina merujuk pada peraturan tersebut.
Selain Filipina ada juga Amerika Serikat. Negara tersebut memiliki the omnibus public land management act of 2009 yang menetapkan jutaan hektar lahan di Amerika Serikat sebagai kawasan lindung dan menetapkan sistem konservasi lanskap nasional.
Pembentukan undang-undang bermetode omnibus law itu disebabkan adanya keprihatinan terhada perubahan iklim yang dapat memengaruhi akses sumber daya air.Dari segi bentuk The Omnibus Public Land Management Act of 2009 memuat lebih dari satu materi substantif yang sebelumnya terpisah dalam beberapa undang-undang. Dari kedua contoh itu menurut Vincent Suriadinata penerapan omnibus law ditujukan untuk meningkatkan efektifitas waktu dalam membahas dan mengesahkan undang-undang.

Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa omnibus law adalah konsep hukum yang menitik beratkan pada penyederhanaan jumlah regulasi karena sifatnya yang merevisi dan mencabut banyak undang-undang sekaligus. Namun demikian, permasalahan regulasi adalah masalah yang komplit, bukan sekedar dari jumlah yang terlalu banyak, tapi juga ada masalah disharmonis, partisipasi publik, ego sektoral, dan isi yang tidak sesuai materi muatan. Oleh sebab itu, sebelum konsep omnibus law benar-benar diterapkan dalam membentuk regulasi, terlebih dahulu yang perlu dikedepankan adalah prinsip partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Untuk menjamin prinsip tersebut terlaksana, UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan perlu direvisi kembali. Kemudian, penerapan omnibus law jangan hanya semata-mata untuk mendukung ekonomi dan memudahkan investasi saja. Perlu memperhatikan sektor lain, terutama masalah pemberantasan korupsi dan hak asasi manusia, sebab permasalahan ekonomi dan investasi adalah sektor yang paling rentan terjadinya korupsi dan paling banyak bersinggungan dengan kepentingan masyarakat.

PENULIS :

Gede Yoga Jaya Abadi 20211424
Raja Raihan Aditama 19211122
Wahyu Purnama 19211080

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also

Close
Close
Close