Pendidikan

Biarawati Katolik Lulus di Universitas Muhammadiyah Lampung, Bukti Kampus Inklusif

ISTIMEWA

SMARTNEWS.ID – Universitas Muhammadiyah Lampung (UML) menggelar prosesi wisuda tahun 2025, diikuti oleh 275 lulusan, bertempat di Swiss-Bel Hotel, Jalan Rasuna Said, Gulak galik, Kota Bandar Lampung, Selasa 16 Desember 2025

Rektor UML Dr. Mardiana mengajak seluruh wisudawan untuk tidak hanya meraih ilmu, tetapi juga menjadikannya sebagai bekal untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama.

“Wisuda ini adalah langkah awal ke depan, kalian memiliki tugas untuk memperkuat niat kemanusiaan yang mensejahterakan. Ilmu tanpa iman hanya akan menjadi alat kekuasaan yang tidak berintegritas. Maka, jadilah manusia yang bermanfaat bagi orang lain,” pesannya saat memberikan sambutan.

Selanjutnya, acara ini menjadi momen penting bagi para wisudawan untuk merayakan keberhasilan mereka setelah menempuh pendidikan di UML.

Salah satu cerita inspiratif datang dari Biarawati Dominggas Abuk Seran, wisudawati program S1 Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pada Program Studi S1 Pendidikan Luar Biasa UML yang diwisuda pada Selasa.

Kampus tidak hanya tertuju untuk suatu kalangan Muhammadiyah, atau orang Islam secara eksklusif. Tetapi juga siapapun boleh belajar dan menyayanginya. Citra itu didapatkan oleh seorang Biarawati atau Suster Dominggas Abuk Seran.

“Saya adalah seorang biarawati. Saya diutus berkarya di Lampung untuk melayani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan mungkin, di awal perjalanan, tidak pernah terpikir bahwa Tuhan akan menitipkan langkah-langkah saya menuju sebuah universitas Islam ruang ilmu yang penuh ayat-ayat, lantunan doa, dan cahaya tradisi yang berbeda dari apa yang saya kenakan dalam jubah harian saya sebagai seorang biarawati,” ujarnya.

Masih jelas di ingatan, hari itu langkah pertama di kampus Universitas Muhammadiyah lampung terasa seperti melangkah ke sebuah bab baru yang halamannya masih kosong. Saya berjalan pelan-pelan di lorong fakultas, dan setiap gema langkah saya terdengar bagai ketukan ragu.

“Apakah saya akan diterima? Apakah jubah seorang biarawati atau suster ini akan dianggap aneh? Apakah perbedaan kami akan menjadi jurang?,” tanyanya.

Ternyata, di kampus UML ini, saya disapa oleh senyum-senyum ramah yang tidak menanyakan, apa agamamu atau keperluanmu? tetapi justru menjadi saudara di Muhammadiyah.

Tak hanya dirinya, banyak juga mahasiswa non-muslim yang kuliah di UML dari papua contohnya. Mereka merasa diperlakukan dengan baik, tidak ada diskriminasi, keadilan dan toleransi diterapkan, tidak hanya berhenti menjadi papan jargon promosi kampus.

“Saya sering disebut sebagai mahasiswa Katolik Muhammadiyah. Di sini saya bukan mewakili diri saya sendiri tentunya, tapi juga ingin menyuarakan kisah saya yang saya yakin mewakili teman-teman sekalian,” imbuhnya.

Tak sampai di situ, Dominggas juga mengaku punya kenangan yang terlupakan selama melaksanakan kegiatan KKN, yakni ketika tidak saling berdebat siapa yang paling benar, justru menemukan keindahan dalam kesungguhan masing-masing. Bahwa jalan menuju kebaikan, meski dari tradisi yang berbeda, sering kali bertemu pada satu titik yang sama titik kemanusiaan.

“Kampus UML mengajarkan saya bahwa saya tidak harus menjadi serupa untuk diterima. Saya hanya perlu menjadi tulus. Sebab akhirnya yang paling dikenang adalah bukan pencapaian atau kebaikan, tapi kebaikan yang tertinggal saat kita pergi,” pungkasnya. (***)

Tags

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Close
Close