Humaniora
MERDEKA DARI PERUNDUNGAN
Oleh: Sunarti, M.Pd
Kepala SMAN 6 Metro, Provinsi Lampung
SMARTNEWS.ID — Berdasarkan laporan Global Education Digest 2011 UNESCO, kekerasan dan bullying di sekolah terjadi di seluruh dunia dan memengaruhi sebagian besar anak-anak dan remaja. Diperkirakan 246 juta anak dan remaja mengalami kekerasan di sekolah dan bullying dalam beberapa bentuk setiap tahun. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima setidaknya 37.381 laporan perundungan dalam kurun waktu 2011 hingga 2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.473 kasus disinyalir terjadi di dunia pendidikan (dari berbagai sumber).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Arti kemerdekaan khususnya merdeka dari perundungan menurut saya “peserta didik terbebas dari tindakan/ perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya yang membuat seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan baik dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok. Merdeka dari perundungan berarti peserta didik merasa aman, nyaman, bahagia, dan sejahtera secara psikologis. Hal ini juga selaras dengan filosofi pendidikan kita dari Ki Hajar Dewantara.
Beberapa sifat atau karakteristik tertentu yang membuat seorang anak menjadi korban bully, di antaranya pemalu, penakut, memiliki ukuran fisik yang lebih kecil dibanding teman seusianya, berusia lebih muda, atau tidak memiliki banyak teman, iri, lalai tidak mengerjakan tugas, tanggung jawab.
Perundungan jika dibiarkan ini akan membuat efek negatif bagi korban perundungan, di antaranya: Mengalami gangguan mental, seperti depresi, rendah diri, cemas, sulit tidur nyenyak, ingin menyakiti diri sendiri, atau bahkan keinginan untuk bunuh diri. Menjadi pengguna obat-obatan terlarang. Takut atau malas berangkat ke sekolah. kurang minat mengerjakan tugas dari sekolah, sering absen dan bolos sekolah, prestasi menurun, kurang pergaulan dengan teman-teman sekolahnya, mudah emosi (labil) ketika depresi, marah, sedih.
Bagaimana cara menciptakan lingkungan kelas yang aman baik secara psikis maupun psikologis untuk memutus mata rantai perundungan di sekolah. Diawali dari tenaga pendidik perlunya melakukan asesmen diagnostik non-kognitif untuk mengukur aspek psikologis dan kondisi emosional dari peserta didik sebelum memulai pembelajaran. Asesmen diagnosis non kognitif lebih menekankan pada kesejahteraan psikologis dan emosi peserta didik.
Terkait persiapan dan pelaksanaan asesmen diagnosis non kognitif, keterampilan guru untuk bertanya dan membuat pertanyaan dapat membantu guru mendapatkan informasi yang komprehensif dan cukup mendalam termasuk memahami kondisi keluarga peserta didik sehingga guru akan lebih bijak menangani terkait dengan permasalahan di kelas.
Langkah yang diambil dalam mendukung mengatasi perundungan bagi tenaga pendidik antara lain mengadakan sosialisasi terkait dengan SRA (sekolah ramah anak) dan deklarasi bersama terkait dengan anti perundungan. Membuat banner, poster terkait dengan program pencegahan perundungan, memilih siswa sebagai agen perubahan, dan tentunya menjalin kerja sama dengan berbagai pihak (orang tua, komite, puskesmas, KPPAI). Apabila ini berjalan baik maka bisa meminimalisir adanya perundungan.
Saat ini SMA Negeri 6 Metro sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan pencegahan perundungan ini dengan terlebih dulu menyebarkan angket terkait perundungan untuk mengetahui berapa besar dan tingkat yang mana peserta didik pernah dirundung atau bahkan merundung dan akan dievaluasi secara berkala.
Kita berharap anak-anak sebagai aset bangsa bisa tumbuh dan berkembang dengan aman, nyaman, bahagia dan sejahtera secara psikologis. Anak terlindungi Indonesia maju. (**)